Teater Subversif! di Palangkaraya

HARIAN UMUM TABENGAN

Pelajar Palangka Raya Siapkan Pentas Teater Bersama Aktor Ibu Kota

PALANGKA RAYA – Institut Ungu Jakarta bersama Komunitas Teater Palangka Raya menggelar Focus Discussion Group dan Workshop Teater: Ibsen, Teater, dan Lingkungan.

Kegiatan tersebut digelar mulai 29 hingga 31 Agustus 2014, di Rumah Betang Eka Nganderang, Jl. Sudirman, Palangka Raya. Para peserta merupakan 30 pelajar SMA dan mahasiswa di Palangka Raya yang mengikuti kegiatan teater di sekolah maupun kampus masing-masing.

Pelatihan dan materi yang diberikan selama tiga hari, meliputi diskusi dan dialog sastra, latihan akting, ilmu teater konvensional dan teater pemberdayaan, juga teater pembebasan.

Adapun pembicara yang memberikan pelatihan, yaitu Direktur Institut Ungu sekaligus penulis naskah teater dan anggota Dewan Kesenian Jakarta Faiza Mardzoeki, aktor monolog dan sutradara mainteater Bandung Wawan Sofwan dan aktor teater Heliana Sinaga, serta perwakilan Aliansi Masyarakat Adat Nasional (AMAN) Kalteng Alfianus Genesius Ginting.

Workshop selama tiga hari merupakan kegiatan awal dari rangkaian pementasan teater Subversif!. Di akhir workshop, 10 peserta akan dipilih untuk ikut mementaskan pertunjukan Subversif! yang akan digelar di Betang Eka Nganderang pada 23-24 Oktober mendatang, dengan aktor-aktor teater dari Jakarta antara lain Rifnu Wikana, Dinda Kanya Dewi, Kartika Jahja, dan Sita Nursanti.

“Naskah Subversif! yang kami bawa, memiliki tema yang menyinggung isu lingkungan. Melalui dialog lewat sastra dan teater, hal ini diharapkan dapat menjadi inspirasi dan cermin atas apa yang terjadi di Kalteng, meskipun penyampaiannya tidak secara langsung,”  kata Faiza Mardzoeki kepada Tabengan, Jumat (29/8).

Subversif!, ucap dia, adalah adaptasi dari naskah Enemy Of The People karya Hendrik Ibsen, tokoh teater dunia asal Norwegia. “Tema pementasan itu sangat berkaitan dengan masalah yang tengah berkembang saat ini, seperti kegagalan demokrasi, manipulasi media, pembangkangan, korupsi, moral masyarakat, pencemaran lingkungan, serta kritik atas kekuasaan,” tuturnya.

Menurut Faiza, Kalteng menjadi pilihan pementasan karena dapat menjadi contoh daerah dengan permasalahan-permasalahan lingkungan, terlebih saat ini industri pertambangan dan perkebunan tengah marak di Kalteng. Selain itu, jelasnya, Kalteng merupakan daerah yang dinamis dan sedang tumbuh, sehingga suburnya industri pertambangan dan perkebunan telah memicu berbagai pertanyaan terkait masalah lingkungan berkelanjutan (sustainable environment).

Nantinya dari diskusi dan dialog, ia ingin memunculkan pemikiran dan diskusi lanjutan tentang masalah-masalah di sekitar lingkungan masyarakat para peserta workshop, sehingga mampu membuka ruang dialog bagi perubahan pembangunan di daerah.

Ditegaskan dia, daerah seperti Kalteng ini seharusnya juga memiliki kegiatan-kegiatan seni budaya dan sastra, seperti pertunjukan musik, apresiasi puisi, termasuk pementasan teater. “Pemerintah juga harus menyediakan buku sastra Indonesia dan sastra dunia. Di Indonesia akses buku sastra masih sangat sulit, selain itu, gedung-gedung pertunjukan kesenian semestinya dirawat dan dikelola dengan baik, jangan dibiarkan tidak terurus,” tukasnya. bwn