KOMPAS.com – Kartini pernah menulis lebih dari 100 surat untuk sahabat penanya, yang kemudian terkenal saat dibukukan dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang. Versi aslinya, Kartini menulis dalam bahasa Belanda, Door Duistemis Tot Licht.
“Kalau kata Ibu Toeti Herati, yang pernah baca versi bahasa Belanda itu, bahasa yang digunakan Kartini dalam suratnya sangatlah indah,” ujar Faiza Mardzoeki, penggagas parade pembacaan surat-surat Kartini di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Kamis (18/4/2013) lalu.
Habis Gelap Terbitlah Terang adalah versi terjemahan Armijn Pane yang terbit tahun 1938. Surat-surat Kartini juga diterjemahkan oleh Sulastin Sutrisno yang diberi judul Surat-surat Kartini, Renungan Tentang dan Untuk Bangsanya.
“Dari buku inilah kemudian kami memilih mengkurasi surat-surat yang kami baca malam ini,” tambah Faiza.
Proses kurasi yang dilakukan Mumu Aloha, menekankan pada tema dan pemikiran Kartini. Total kemudian ada 21 surat yang dipilih dengan turut mempertimbangkan beberapa karya yang berkaitan dengan Kartini.
“Pembacaan surat-surat Kartini ini menjadi penting dalam peringatan hari Kartini, karena saya yakin tidak banyak yang tahu isi pemikirannya, sementara perayaan selalu dihiasi antara konde dan kebaya,” tukas produser teater ini.
Sampai saat ini masih menjadi pemikiran kenapa perayaan Kartini setiap tanggal 21 April selalu diwujudkan dengan pemakaian konde dan kebaya (atau pakaian nasional lainnya). Padahal itu jauh dari esensi mengapa Kartini ditetapkan Soekarno sebagai pahlawan nasional pada tahun 1964. Di luar pro-kontranya, peringatan Hari Kartini masih punya gaung besar sampai hari ini.
“Ini adalah cara terbaik mengenang Kartini, dengan merawat pemikiran perempuan Indonesia yang punya pemikiran maju dan penuh nilai kemanusiaan,” ujar Okky Madasari, penulis novel yang juga menjadi tim penggagas acara.
Surat-surat Kartini yang dibacakan di TIM Kamis (18/4/2013) lalu telah melalui proses kurasi yang ketat dengan bagian tertentu yang disunting tapi tanpa kehilangan maknanya.
Surat-surat itu dimulai dari surat pertama bertanggal 25 Mei 1899 untuk Estella H Zeehandelaar. Ada juga surat-surat Kartini untuk Nyonya Ovink-Soer, Nyonya RM Abendanon-Mandri, Tuan Prof Dr GK Anton dan Nyonya, Hilda G de Booij, dan Nyonya van Kol. Surat terakhir Kartini tertuju untuk Nyonya Abendanon-Mandri tertanggal 7 September 1904.