London (ANTARA News) – Nyai Ontosoroh, perjuangan seorang wanita Jawa yang mempertahankan hak dan martabat pribumi, drama teater garapan sutradara Wawan Sofwan dan produser Faiza Hidayati Mardzoeki mendapat sambutan meriah penonton di Zuiderpershuis Culturel Centrum, di kota Antwerpen-Belgia.
Standing applause selama kurang lebih 15 menit menunjukkan antusiasme penonton yang memadati ruang pertunjukan usai menyaksikan drama teater “They Call Me Nyai Ontosoroh,” ujar Sekretaris III Pensosbud/Diplik, Royhan N. Wahab, kepada koresponden Antara London, Sabtu.
Dikatakannya cerita “They Call Me Nyai Ontosoroh” merupakan racikan atau adaptasi Faiza yang didasarkan pada novel “Bumi Manusia” (This Earth of Mankind) salah satu karya Pramoedya Ananta Toer yang diterbitkan pada tahun 1980.
Penggarapannya membutuhkan waktu sekitar dua tahun sebelum dilakukannya pertunjukan perdana pada tahun 2007 yang lalu di beberapa kota di Indonesia.
Drama teater berdurasi sekitar 100 menit tersebut didukung empat tokoh utama, Nyai Ontosoroh yang diperankan Sita Nursanti, Annelies oleh Agni Melati, Minke diperankan Bagus Setiawan, dan Willem Bevers sebagai Meneer Herman Mellema.
Riki Destiawan yang juga pernah manggung di beberapa tempat di Belgia bersama grup Lungsuran Daur pada Oktober 2009 yang lalu juga ikut mendukung drama teater tersebut sebagai Music Director.
Pertunjukan di kota Antwerpen-Belgia tersebut merupakan rangkaian terakhir pertunjukan drama teater “They Call Me Nyai Ontosoroh” di Eropa yang sebelumnya telah tampil di beberapa tempat di negeri Belanda.
Kepiawaian Faiza dalam membuat naskah cerita drama berdurasi asli 180 menit tersebut mampu membuat penonton larut dalam cerita yang mengisahkan perjuangan seorang wanita pribumi di Jawa Timur menghadapi realita ketidakadilan hukum yang dirasakan di masa lalu.
“Penonton seolah-olah benar-benar berada di dalam cerita tersebut”, demikian pengakuan Made Wardana, seorang penonton yang sengaja datang dari kota Brussel hanya untuk menyaksikan penampilan drama teater tersebut.
Dalam pembuatannya, Faiza harus memangkas sekitar 400 naskah halaman cerita yang asli menjadi 60 halaman naskah peran. Dan tidak hanya itu, Faiza juga berkonsultasi dengan artis kawakan Slamet Rahardjo dan Jajang C. Noer demi meningkatkan kualitas cerita di dalam naskah.
Pertunjukan seni teater ini merupakan hal yang baru bagi promosi seni dan budaya Indonesia di Belgia, terutama drama teater yang disampaikan dalam bahasa Indonesia di depan publik Belgia.
Menurut Royhan N. Wahab, promosi seni dan budaya Indonesia dilakukan di Eropa khususnya Belgia, biasanya menggunakan media film maupun media seni tari dan musik yang sering kali didengar oleh telinga masyarakat Eropa menggunakan bahasa Indonesia.
Namun kali ini, melalui seni peran teater, bukan hanya seni teater Indonesia saja yang dipromosikan, namun juga bahasa Indonesia-nya.
Pusat Budaya Indonesia yang baru diresmikan Dubes Nadjib Riphat Kesoema, Maret lalu secara bertahap akan menjadi sentra promosi seni dan budaya Indonesia di Eropa khususnya di Belgia dan Luksemburg.
Seni drama teater Indonesia bisa menjadi salah satu andalan promosi seni dan budaya Indonesia di dalam Pusat Budaya tersebut ke depannya, demikian Royhan N. Wahab. (Ant/K004)
Editor: B Kunto Wibisono