Sejarah
Institut Ungu

Latar Belakang Pemikiran

Ketika seni menjadi medium yang strategis

“Kami menyimpan harapan bahwa sejalan dengan tumbuhnya apresiasi terhadap seni dan budaya di masyarakat, maka pemahaman dan penghargaan terhadap kesetaraan gender,  hak asasi manusia, toleransi dan pluralisme pun akan berkembang”.

Seni sudah lama berperan dalam upaya pedagogial yang menyenangkan dan populer. Upaya ini mampu menjangkau masyarakat secara luas dan strategis untuk bisa  berkontribusi mendorong  terjadinya sebuah perubahan sosial.

Pementasan  teater “Perempuan di Titik Nol” bulan April 2002 yang diprakarsai oleh Solidaritas Perempuan dan para aktivis perempuan menjadi titik awal bagi Institut Ungu.  Teater yang diangkat dari karya Nawal El Sadaawi –penulis  feminis dan pejuang perempuan dari Mesir- ini mendapat sambutan hangat dari masyarakat. Ribuan penonton menyaksikan pementasan ini; karcis tanda masuk terjual habis sebelum hari pertunjukan dan ratusan pengunjung terpaksa ditolak karena terbatasnya tempat. Media masa pun meliput secara luas mulai dari persiapan hingga paska pertunjukan, membantu mengembangkan wacana publik mengenai posisi dan situasi perempuan.

Keberhasilan ini menjadi inspirasi bagi kami – sebagian aktivis dan pekerja seni yang terlibat dalam pementasan Perempuan di Titik Nol – untuk melanjutkan upaya mengkomunikasikan perspektif perempuan melalui media seni-budaya secara lebih luas.

Pada Oktober 2002, Faiza Mardzoeki, Yeni Rosa Damayanti, Irina Dayasih dan Nurachmi memulai membangun organisasi ini secara perlahan dengan sebuah pilot project Festival Seni Budaya Perempuan, yang kami namai “Festival April” (Feminist Cultural Festival) untuk perayaan bulan kelahiran tokoh feminis Indonesia, Kartini, yang terselenggara dengan sukses pada tahun 2003. Festival April ini mendapat dukungan dana dari Kedutaann Finlandia di Jakarta dan berbagai donasi lainnya.

Mulai  2006 Institut Ungu aktif memproduksi pertunjukan teater dengan mengangkat tema-tema pembebasan perempuan  yang  melibatkan para seniman profesional baik dari Indonesia maupun luar negeri. Selain teater juga menyelenggarakan berbagai seminar dan dikusi  masalah-masalah perempuan, hak asasi manusia dan seni.

Teater yang telah diproduksi yaitu Nyai Ontosoroh (2006-2007),   diangkat dari novel ‘Bumi Manusia’ karya Pramoedya Ananta Toer, dipentaskan di  Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki Jakarta.  Adaptasi naskah  yang ditulis oleh Faiza Mardzoeki itu  kemudian dikelilingkan  dan dipentaskan oleh  grup teater berbeda di 7 kota meliputi Solo, Jogjakarta, Surabaya, Pontianak, Lampung dan Bandung.  Teater ini mendapat dukungan dana dari Kedutaan Belanda di Jakarta.

Pada 2008,  bekerja sama dengan Yayasan Pitaloka, memproduksi  monolog 3 perempuan berjudul ‘Perempuan Menuntut Malam’  dipentaskan di Jakarta, Aceh dan Bandung didukung oleh Kedutaan Finlandia dan HIVOS.

Ketika kami sedang mempersiapkan Festival April ke-2, tanggal 25 Februari tahun 2009, Institut Ungu mengajak individu-individu baru yang sepakat dengan cita-cita Institut Ungu dan bersama-sama memperjuangkan visi misi organisasi dan duduk dalam kepengurusan organisasi. Mereka adalah Siska Dewi Noya (Chika), Pande K Trimayuni, Vivi Widywati, Citra Smara Dewi, Rhoma Dwi Aria Yuliantri, Dr. Soe Tjen Marching, Geni Achnas dan Dr. Chitraria Liestyati.

Tahun 2010, adalah tahun yang sangat produkstif bagi Institut Ungu. Selain menyelenggarakan Festival April ke dua dengan berbagai program yang sangat beragam seperti workshop, dikusi, seminar dan pidato kebudayaan, ada juga pertunjukan seni tari, teater dan musik. Selain itu mengadakan pameran foto dengan tema “Desiring The Body”. Secara khusus Institut Ungu juga memproduksi teater berjudul “Panggil Saya Kartini Saja”  yang diangkat dari  Kumpulan Surat-Surat Kartini  dipentaskan di Goethe Haus Jakarta untuk acara Festival April.

Setelah Festival April selesai, tahun ini juga Institut Ungu memproduksi  teater, versi  lebih pendek dari Nyai Onstoroh, berjudul  “Mereka memanggilku Nyai Ontosoroh”  yang dipentaskan di Belanda, Belgia, Jakarta dan Bandung, dengan dukungan penuh dari Tropen Theatre Amsterdam dan Kedutaan Belanda di Jakarta.

Selanjutnya, tahun 2011 Institut Ungu kembali memproduksi teater berjudul “Rumah Boneka”  terjemahan dan saduran dari karya Henrik Ibsen “A Doll’s House” dipentaskah di Gedung Kesenian Jakarta. Tahun berikutnya, 2102 dan 2013,  Rumah Boneka dipentaskah ulang di Bandung dan Aceh. Produksi teater ini mendapatkan dukungan penuh dari Kedutaan Norwegia di Jakarta.

Tahun 2014,  memproduksi sebuah  teater berdasarkan riset panjang  tentang pengalaman para perempuan  yang pernah menjadi tahanan politik ’65’  berjudul “Nyanyi Sunyi Kembang-Kembang Genjer”, yang disponsori oleh HIVOS dan Elemental Productions (Los Angles).  Dipentaskan dengan sukses di GoetheHaus Jakarta

Hampir semua pertunjukan teater Institut Ungu, selalu dipenuhi penonton dan diliput oleh banyak media.